"perlahan bungkusan itu kubuka
menyemruak suatu hal yang sama sekali tak ku bayangkan
sebelum nya
sebuah kata yang amat aku hindari saat ini tertulis jelas di
atas nya
jemari ku gemetar, sepersekian detik berikutnya dentuman
benda menyetubuhi lantai terdengar
jiwa ku hilang dari cangkang nya..."
"nanti tanggal 4 tukeran kado yuk, 2 tahunan kita
:)" ucap gadis itu berkali-kali di setiap obrolan mereka, seolah mengingatkan
bahwa tanggal tersebut adalah hari bersejarah yang layak di peringati seperti
hari besar lainnya.
Segurat senyum yang mengembang dan mata yang berbinar
menghiasi wajahnya setiap membayangkan tanggal 4. Bahkan setiap hari hampir ia habiskan untuk menghitung seberapa dekatkan jarak antara ia dan tanggal 4.
Mungkin bagi orang lain tanggal 4 bukan lah sesuatu yang
istimewa, tapi tidak demikian baginya. Tanggal 4 adalah saat yang paling ia tunggu
selain tanggal kelahirannya, atau bahkan lebih. Pada saat itu semuanya berubah,
banyak hal yang telah mengubah dirinya, terlalu banyak memori yang membuatnya
mengganggap tanggal 4 terlalu berarti baginya.
Jauh sebelum tanggal 4 semua hal telah ia rencanakan dan
persiapkan serapi mungkin, banyak waktu
ia korbankan untuk mempersiapkan sesuatu
yang akan dia persembahkan pada hari itu. Ia tidak mau hari yang
berharga itu menjadi rusak. Bahkan di sela-sela perkuliahan pun ia masih
mengerjakan ‘hadiah’ yang nantinya akan ia berikan. ‘ini harus sempurna’
begitulah batinnya. Ia memperlakukan orang yang telah ia sayangi bahkan lebih
baik dari pada ia memperlakukan dirinya sendiri, kesehatannya ia acuhkan, waktu
tidurnya tidak ia perdulikan, bahkan saat hangout dengan teman-temannya ia
gunakan untuk mempersiapkan ‘hadiah’nya.
H-1, 3 mei 2012.
Pratikum histologi mungkin adalah pratikum favoritnya, namun
tidak untuk kali ini. Wajah gelisah yang
terus memandangi jam terpancar jelas pada nya. Ia seakan di buru waktu. Jarak tempuh
kampus yang terletak berlainan kota dengan tempat ia tinggal akan memangkas
stok waktu nya yang kian menipis.
Hingga akhirnya tepat ketika ia sampai di rumah, tanpa
membuka apapun ia langsung berlari mengambil
hadiah-hadiahnya yang belum sempat ia kemas dengan bungkusan kado. Syukurlah
semua hadiah yang telah ia persiapkan bisa ia berikan, kecuali sketch book yang
telah susah payah ia lukis dengan mengingat semua benda-benda berharga dari awal
perjumpaan mereka hingga saat ini mereka berada dan tak lupa pula cerita-cerita
indah yang telah ia selipkan di setiap lembar lukisan itu. Sungguh di sayangkan
sketch book yang telah menyita banyak waktunya tak bisa ia
berikan. Setengah dari nya masih belum berwarna dan ia tidak berani
memberikannya. Ia hanya membatin bahwa halaman ‘buku cerita mereka’ itu akan ia
berikan di tanggal 4 pada tahun ketiga.
Jarum jam terus
berdetak, peluh pun mengucur mengikuti detakan sang waktu. Jantungnya berdebar,
kecemasan bahwa hadiah tersebut tidak bisa terkirim tepat waktu terus
menghantui. Ia pacu tagannya untuk terus bekerja secepat mungkin. Tepat saat
semuanya selesai, ia berlari menuju kereta beroda dua, hanya itu lah satu-satunya
cara tercepat untuk berlomba dengan waktu. Kayuhan demi kayuhan kian cepat ia
lakukan, 30 menit waktu tercepat yang bisa ia tempuh untuk mencapai tempat
pengiriman. Beruntung ia sampai sesaat sebelum barang-barang akan di angkut ke
truck pengangkutan dan di bawa ke bandara. Dan yang lebih beruntungnya lagi,
hanya luka gores yang membekas padanya saat sebuah mobil menyerempet sepeda
butut itu dengan angkuh.
4 mei 2012
Seharusnya hari itu menjadi hari yang paling menyenangkan
baginya. Namun ternyata ia salah, pertengkaran yang entah dari mana tonggaknya
menghancurkan hari besarnya. Dunia nya runtuh, separuh nyawanya hilang dari raga
pada hari itu. Ia tak lebih dari ibu yang mengandung dengan sangat bahagia
menunggu kelahiran anaknya lalu gugur begitu saja.
4 mei 2012, sore hari…
Tak ada pak pos yang mengetuk pintu rumahnya meski ia telah
duduk di muka pintu sepanjang hari.
9 mei 2012
Dalam tidur yang tidak nyenyak ku, sayup-sayup ku dengar
nenek memanggil bahwa ada paket untuk ku. Aku yang sedari kemarin tidak tidur
dan baru mengistirahatkan setengah jam mata ku meloncat dari tempar tidur dan
berlari ke muara pintu gerbang. Benar saja, ku lihat ada pak pos disana
membawakan ku paket. Paket yang sudah dari lama aku tunggu, bahkan jauh sebelum
tanggal 4 itu ada.
Aku tersenyum dengan sangat bahagianya ketika menerima paket
itu. Bermacam-macam hal bermunculan di kepala ku tentang isi paket itu. Rasa
bahagia terus saja menyeruak membunuh kantuk yang aku sendiri tak bisa
membunuhnya. Perlahan ku buka bungkusan coklat dari tempat pengirimannya.
Kulihat bungkusan berwarna ungu muda di ikat dengan tali berwarna biru yang
mempercantik tampilannya. Senyumku semakin mengembang, pipi ku merah merona
ketika aku mengingat bahwa ia mengingat warna yang akhir-akhir ini menjadi
warna kesukaanku.
Pikiran ku semakin menggila, rasa nya bahagia ku terus membuncah
dan menerbangkan ku hingga ke awang-awang. Aku tak mengijak lantai! Itu pikir
ku. berkali-kali bungkusan ungu muda itu ku fotoi dari berbagai sisi. entah telah berapa puluh jumlah foto yang kini tersimpan di memori hp hanya untuk memuat gambar bungkusan ungu tersebut.
Perlahan tapi pasti kubuka bungkusan ungu itu dengan sangat
hati-hati. Aku tak ingin merobek bungkusannya sedikit pun, ya.. sedkit pun. Tepat
saat bungkusan itu terbuka dan isi nya menyembul ke luar, jiwa ku hilang entah
kemana. Tatapan ku kosong, tangan ku gemetar, dan suara dentuman buku yang
jatuh bun berbarengan dengan aku yang terduduk lemas di lantai. Aku kuatkan
diri, kubolak balik buku yang bertuliskan TAROT
itu. Ya TAROT sebuah benda yang ingin aku jauhkan dari diri ini sebisa
mungkin. Aku hanya mulai merasa kacau kembali ketika menyentuhnya, entah energy
ku seperti terserap dan pikiran ku teracuni. Bahkan benda itu bersama buku-buku
tarot yang aku punyai terbungkus hitam
dan hanya tergeletak tak berdaya di sudut ruangan. Tak hanya itu, aku
juga menguncang-guncangkan buku tersebut dan berharap sesuatu jatuh dari nya. Tapi
ternyata nihil.
Akal ku tak hanya stop sampai di situ, kembali ku ambil
bungkusan berwarna ungu tadi. Ku guncang-guncangkan bungkusan kosong itu dengan
berharap bahawa selembar kertas bertulisan tangan akan jatuh dari nya. Tapi ternyata
sama saja, percuma aku menipu akal ku sendiri. Hal yang paling aku cari-cari
tak ada. Secarik kertas bertuliskan tulisan tangan berisi ucapan dan harapan
tak ku temui disana dan kali ini pada saat ini tidak seperti hadiah-hadiah yang
pernah ia berikan yang selalu terdapat kertas itu serta hadiah-hadiah kecil
berupa handmade buatannnya.
Entah aku hanya mengada-ngada atau mungkin hanya ilusi ku
belaka, semoga ini salah. Aku hanya
berfikir bahwa ia menyiapkan hadiah tersebut tepat pada tanggal 4 atau lebih
bukan pada sebelumnya. Karena jika jauh dari tanggal sebelumnya, ia pasti
menyelipkan surat kecil ataupun origami yang biasanya selalu ia buatkan untuk
ku di setiap kado yang ia berikan.
Ya… semoga perkiraanku ini salah besar.
Aku tertunduk lesu, ku peluk lutut ku, nafasku tak teratur,
dada ku sesak dan tangis ku membuncah. Yang ku tunggu tak kunjung datang…
hadiah kecil pada tanggal 4,
Bukan sebagus atau semahal apa isi dari hadiah tersebut. Tapi
esensi dari pemberian hadiah itu terhadap “KITA”. Terhadap apa yang kita lalui
bersama-sama, terhadap keinginan kita untuk kedepannya, terhadap apa arti dan
seberapa penting orang yang di berikan hadiah tersebut.
Tidak perlu hadiah yang besar, mewah, atau apalah… bahkan
cukup potongan-potongan kertas yang menyatakan betapa bersyukurnya dengan semua
yang di punya, betapa bahagia nya dengan apa yang telah di lalui dan betapa
BEHARGAnya sesuatu itu untuk kita.
Hadiah kecil ini, hanya sebagai ungkapan atau pun symbol
bagaimana kita memaknai kebersamaan yang telah kita lalui bersama-sama sedari
pertama kali kita memulainya hingga hari ini…
Bukan isi yang di lihat dari semua nya.. tapi makna dan
esensi nya…
hingga akhirnya jiwa ku bertanya...
apa arti 'aku' dan 'keberadaan ku sesungguh nya di mata mu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
di mohon comment nya >.< pasti isuta baca dan moderasi :) makasih banget lho :D